Alunan “Balasyik” menghentak di awal hari.
Kicauan burung bersahutan dari 4 sangkar yang menggantung rapi di teras rumah.
Mentari juga tak malu menampakkan diri, meski hujan semalam masih menyisakan titik-titik
air.
“Musibah, Ma! Musibah!” teriak Pak Imam dari
teras rumah sembari mendatangi istrinya yang sedang berjibaku di dapur. Dengan ekspresi
campur aduk, Pak Imam menunjukkan 3 helai surai ekor perkutut.
Selamat menempuh hidup baru di alam bebas,
Tut!
*****
Lantunan ayat suci menggema dari TOA masjid
dan musala. Kegelapan masih menggantung di langit. Rintik-rintik hujan menambah
keengganan untuk membuka mata.
“Braakkk!” suara benda jatuh dari depan
rumah sukses memaksa Bu Ratna bangkit dari ranjangnya. Spontan membuka gorden
dan terlihat sesosok bayangan berbadan tambun mengangkat sepeda baru si bungsu.
Beberapa detik membeku, Bu Ratna bergegas membangunkan suaminya yang masih
terlelap.
“Jangan dibuka dulu, Ma!” teriak suaminya
mencegah Bu Ratna yang gemetaran berusaha membuka pintu depan.
“Weeeeeennggg!” suara motor menjauh dengan
kecepatan tinggi.
Sepeda roda dua berwarna silver yang baru
dibeli 4 hari yang lalu raib dari halaman rumah. Hilang sudah sepeda yang
dibeli dari hasil penjualan sepeda lama si bungsu ditambah saldo tabungannya
selama 2 tahun. Pagar rumah yang cukup tinggi tidak menggoyahkan niat pencuri
untuk menjadikan sepeda itu sebagai target operasi. Menjatuhkan beberapa pot
bunga yang berjajar di tembok sebelah kanan rumah, melompat masuk ke halaman,
dan mengangkat sepeda incaran. Partner pencuri tambun sudah siap dengan motor untuk
melesat meninggalkan TKP.
*****
Surat undangan warna merah hati itu sudah
tak berbentuk laksana onggokan sampah. Untuk kesekian kalinya, Amir kembali
meraih kertas berhias pita emas itu dengan kesedihan yang mendalam. Memastikan
tidak ada kekeliruan pada nama yang tertera sebagai pasangan mempelai yang akan
merayakan hari bahagia.
Semua berjalan sempurna selama 8 tahun.
Hubungannya dengan sang kekasih seturut dengan perjalanan kereta api, kadang
berkelok-kelok, kali lain naik turun mendaki gunung dan perbukitan. Namun satu
yang pasti, pemberhentian di stasiun adalah keniscayaan. Ada canda, tawa,
rindu, cemburu, sedih dan tangis mengiringi perjalanan keduanya. Masih segar
dalam ingatan Amir tentang rencana membina bahtera rumah tangga bersama pujaan
hatinya. Target prioritas yang akan diwujudkan Amir pada penghujung tahun.
Apa mau dikata, surat undangan yang
diterimanya siang tadi sukses meluluhlantakkan semua asa. Nomor kontak yang
biasanya selalu memberi balasan tanpa jeda waktu lama, kini menjawab dengan
“Periksa kembali nomor tujuan Anda!”
*****
Air mata terus terurai dari kedua kelopak
matanya tanpa bisa dibendung. Kedua bahunya naik turun akibat sesenggukan yang
makin hebat. Sari tak kuasa menyembunyikan kesedihannya yang memuncak. Ketiga
sahabat yang mengelilinginya bergantian menenangkan Sari, meskipun sia-sia.
Ikatan suci selama satu dekade akhirnya
tercerai berai. Mencoba bertahan demi ketiga jagoan kecilnya, namun biduk
perkawinan akhirnya kandas. Suaminya yang tertangkap basah menjalin hubungan
dengan perempuan lain, tidak juga jera mengulangi perbuatannya. Sekali, dua
kali, kata maaf masih bisa diterima oleh Sari.
Demi menutupi ketidakjujurannya, sang suami
kerapkali menebar kecurigaan kepada Sari. Setiap kali keluar rumah untuk
menjalankan profesinya sebagai pendidik, sang suami tidak henti menghubunginya.
Menelisik sedang apa, dimana, dan bersama siapa. Sebagai istri yang bekerja, Sari juga dituntut
untuk menanggung beban ganda. Sang suami sama sekali tidak perduli dengan
urusan rumah dan anak-anak. Alih-alih bekerjasama untuk menyelesaikan urusan
domestik sebelum bekerja, sang suami lebih memilih melancarkan intimidasi
kepada Sari.
Awal tahun menjadi saksi karamnya bahtera
suci. Kata perpisahan terucap dari mulut suaminya setelah kebohongan yang
kesekian kalinya terpampang nyata di hadapan Sari. Mau tidak mau, siap tidak
siap, ada masa depan tiga bocah yang akan menjadi tanggung jawabnya.
*****

www.pinterest.com
Kehilangan hewan
peliharaan, kehilangan benda kesayangan, dan perpisahan dengan pujaan hati
menyisakan kesedihan yang mendalam bagi yang mengalami. Kesedihan diekspresikan
dengan tidak banyak bicara, tidak bersemangat, membatasi diri dari lingkungan,
dan menangis. Sedih dalam KBBI dimaknai dengan sedu dan isak. KBBI juga
mengartikan ‘nelangsa’ dengan sedih.
Berbeda dengan
ketakutan yang merisaukan sesuatu yang berkaitan dengan masa depan, kesedihan
adalah kegundahan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah terjadi. Kehilangan
sesuatu yang telah dimiliki dan kegagalan mencapai impian kerapkali menjadi
penyebab seseorang merasakan kesedihan.
Dalam al Quran,
kesedihan diungkapkan dengan kata hazan. Kata hazn dan
derivasinya diulang sebanyak 42 kali dalam al Quran. Dari pengulangan itu, 25 kata
terletak pada surat Makkiyyah dan sisanya sebanyak 17 kata terdapat dalam surat
Madaniyyah.
Al Quran tidak
menghendaki seseorang tenggelam dalam kesedihan. Pengungkapan ayat hazan dalam
bentuk larangan dengan la nahi dan penafian dengan la nahi mengandung
makna bahwa kesedihan yang berakhir pada keterpurukan dan keputusasaan adalah
hal yang tidak diinginkan oleh al Quran.
Rasul ketika
putranya, Ibrahim meninggal juga merasakan kesedihan yang mendalam. “Mata
mencucurkan air mata. Hati pun bersedih. Namun kita hanya bisa mengatakan hal-hal
yang diridoi Allah”. Pernyataan Rasul ini mengisyaratkan bahwa kesedihan bisa dan
boleh diekspresikan dalam batas kewajaran.
Ketika kesedihan,
kehilangan, atau musibah menimpa, al Quran mengajarkan untuk mengucapkan: Inna
lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun. Sesungguhnya kami milik Allah dan
sesungguhnya kami akan kembali kepadaNya. Bukan tanpa alasan kalimat istirja’
menggunakan kata ganti jamak. Kata ‘kami’ menunjukkan bahwa setiap kejadian yang
tidak menyenangkan dapat menimpa setiap orang bahkan makhluk tanpa terkecuali. Kesedihan
yang kita rasakan, bisa jadi pernah dirasakan oleh orang lain. Musibah yang
menimpa kita sangat mungkin akan menimpa orang lain.
Kalimat istirja’
juga mengajarkan optimisme dalam menghadapi kesedihan. Keyakinan bahwa segala
sesuatu adalah milikNya, akan memberikan kesadaran bahwa Allah Maha Kuasa untuk
memberi lagi dan lagi. Selalu berpikir positif dan berbaik sangka kepadaNya
adalah ikhtiar untuk menjaga kesehatan rohani. Dan hari itu, mesin fringerprint
di tempat saya bekerja seakan berkolaborasi untuk menyentil nurani di penghujung
hari.
“Jika telah
memahami bahwa semua ini adalah titipan, lantas mengapa menangis saat mengalami
kehilangan”.
Kesedihan, patah
hati, dan menangis adalah kewajaran. Putus asa, pesimis, dan depresi bukan
pilihan. Allohumma inna na’udzubika minal hammi wal hazan. Ya Allah,
kami berlindung kepadamu dari gundah gulana dan kesedihan.
Malang, 13
Desember 2020
4 Comments
Subhanallah, terimakasih Bu Nur....
ReplyDeletesama-sama Inama. Terimakasih untuk kunjungan dan komentarnya :)
DeleteBun cantik,,,
ReplyDeleteQ padamu,,,!!!!
.
Tak akan ku biarkan kesedihan menyelinap difikiranq,
Bukan karena q pelit air mata,
Tapi, air mata ini hanya q peruntukkan kepada kegembiraan.
Padamu juga yaaakkk
DeleteMari kita tebarkan kebahagiaan dan kegembiraan🎉