Syukur di Kala Sakit

 


Pagi itu terasa berbeda. Azan Subuh sudah berkumandang menghiasi cakrawala pagi. Namun mata masih lekat terpejam. Mencoba sejenak membuka mata, semuanya terasa berputar. Suara-suara aneh bersahutan dari dalam perutku. Semalam sebagian isinya melesak keluar dengan paksa seiring rasa pahit yang menjalar dalam mulut.

Beberapa menit berlalu, kucoba beringsut dari atas tempat tidur. Perlahan menuju kamar mandi untuk sekedar membersihkan diri. Air putih menjadi pilihanku untuk mengurangi rasa pahit yang makin menjadi. Sedetik, dua detik, tiga detik, gejolak hebat dalam perut kembali memaksaku untuk menguras semua isinya hingga tak tersisa.

“Kak, tolong minyak kayu putih!” teriakmu di belakangku seraya memberikan pijatan lembut di bagian tengkuk.

Aroma minyak kayu putih sedikit mengurangi rasa mual yang terus menyerang. Tidak ada pilihan selain kembali ke tempat tidur. Sambil lalu, kulihat sulungku menjerang air untuk menyiapkan teh hangat untukku.

“Istirahat! Mikir apa, Ma?” tanyamu sembari memijit telapak kakiku yang dingin setelah sebelumnya membaluri dengan minyak kayu putih.

Hanya kedipan mata sebagai jawaban. Tubuh terasa melayang, perut sesekali bergejolak, dan mata terpaksa terpejam demi menghindari pandangan berputar.

“Ma, tehnya,” sayup-sayup kudengar sulungku. Terlelap sejenak dengan selimut yang cukup rapat, rupanya menjadi energi untuk membuka mata.

“Mama kenapa?” tanyanya seraya meletakkan cangkir dengan uap yang masih mengepul di meja kecil sebelah ranjang. Kalimat demi kalimat meluncur dari mulutnya. Mengajakku bercengkerama sebagaimana biasa. Aku hanya bisa menimpalinya dengan kalimat-kalimat pendek. Obrolan kami terinterupsi suara pagar rumah dan deru Supra legam si bungsu.

“Maem bubur ya, Ma,” ujar suamiku sambil membawa seporsi bubur ayam yang telah dibeli si bungsu.

Ketidaknyamanan di awal hari terbayar dengan semua perhatian dari seluruh anggota keluarga. Alhamdulillah, di saat pasien lain harus terpisah dari keluarga dan dirawat secara isolasi, saya ditaburi dengan kasih berlimpah. Terbaring tak berdaya di atas kasur terobati dengan mereka yang bergantian menyapaku. “Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang bisa kau dustakan.”

Malang, 9 November 2020

Post a Comment

4 Comments