Taaruf dengan Panci Presto

 “Minggu besok ke depo. Pagi saja, siang pasti ramai,” ujarmu malam itu.

“Kak Fi ikut?” kataku menawari sulungku. Anggukannya sebagai jawaban.

Adiknya tidak perlu kutawari. Hari Minggu baginya adalah ajang gowes dengan komunitas. Memangkas jarak puluhan kilometer dengan mengayuh roda dua. Menjelajah jalan berliku dan jalur naik turun di sekitar Malang Raya. Komunitasnya pun usia paruh baya hingga lanjut usia yang masih energik. Hanya dia dan dua orang temannya yang tergolong remaja dalam komunitas.

Minggu pagi datang menjelang. 30 menit sebelum jarum pendek menunjuk angka 9, kami bertiga berangkat menuju Jalan Karanglo. Kendaraan ramai lancar di sepanjang perjalanan menuju Depo Bangunan. Beberapa kendaraan bermotor roda dua dan empat sudah berjajar rapi di tempat parkir.

Berjalan menuju pintu masuk, sudah ada petugas yang menyambut kami dengan alat pengukur suhu. Botol hand sanitizer tersedia di meja-meja yang berjajar. Belanja kebutuhan untuk renovasi rumah ibu menjadi misi kami hari ini. 2 jam berlalu hingga kami berdiri di antrian kasir.

“Pinjam kartu member sama KTP, Pa. Mau cek poin, siapa tahu bisa reedem,” pintaku usai menuntaskan transaksi.

“Paket obeng kalau ada,” sahutmu.

Mesin cek poin menunjukkan beberapa perkakas dapur yang bisa ditebus, tidak kutemukan paket obeng atau perkakas pertukangan dalam menu gift. Panci presto di layar monitor seakan melambai-lambai untuk segera dibungkus. Sesaat setelah urusan administrasi dan dokumentasi diselesaikan di meja customer service, kardus bergambar panci presto berpindah ke troli belanjaan.

“Panci baru turun dari mobil, masih di teras, Ma.” kodemu pagi tadi.

Bergegas kuambil kardus dengan tulisan 4Lt 20 cm di bagian sudutnya. Setelah 22 tahun hidup bersamanya dan anak-anak sudah remaja, akhirnya perkakas yang bernama panci presto menjadi penghuni baru di dapur. Aku bukan termasuk kategori lihai dan hobi memasak. Inventaris perkakas dapur sekedar peralatan dasar.


Berhasil membuka panci berwarna silver dengan pegangan warna merah hati, aku keluarkan manual book yang tertata rapi di dalamnya. Membaca dan mencermati do dan don’t. Buku ini juga dilengkapi dengan tabel perkiraan waktu memasak beberapa olahan.

Beranjak ke dapur dan membuka lemari pendingin, kugapai bungkusan plastik warna ungu berisi seonggok daging beku. Selama ini untuk mengolah daging dan membuatnya empuk, aku memilih menggunakan irisan bawang bombay. Itupun membutuhkan waktu 1 jam lebih hingga sajian siap dihidangkan.

Sembari menunggu daging siap untuk diolah, aku menelusuri informasi tentang cara mengolah daging menggunakan panci presto. Memastikan tahapan demi tahapan penggunaan perkakas baru ini melalui beberapa tulisan dan video yang tersedia di dunia maya. Kesan awalku dengan perkakas ini adalah suara berisik dan uap mengepul seakan-akan siap meledak. Tidak ingin salah langkah, aku buka kembali lembaran demi lembaran manual book.

Daging selesai dipotong dan bumbu pun sudah siap. Langkah pertama panaskan sedikit minyak dalam panci untuk menumis bumbu. Aku tidak merasa penting untuk menamai menu apa yang akan kumasak, yang jelas bumbu komplit, hehe. Aroma bumbu yang menguar adalah tanda untuk memasukkan potongan daging. Panci ini sebaiknya hanya memuat olahan ½ dari tinggi panci, atau maksimal ¾ dari tinggi panci. Proses memasak membutuhkan ruang yang cukup untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan seperti meledak atau proses memasak yang tidak maksimal. Tambahkan air sekitar 250 ml dan aduk untuk meratakan bumbu pada daging. Panci siap ditutup.

Pengalaman perdana menutup panci, hati tak berhenti berdebar. Merapal doa agar misi taaruf berjalan lancar. 1 menit 2 menit, uap keluar dari lubang di bagian tengah panci, pertanda penutup lubang harus dipasang. Aku aktifkan pengatur waktu ke angka 20 menit. Suara desisan dan berisik mulai terdengar, saatnya mengecilkan api.


“Tit…tit...tit…,” gawaiku memberikan isyarat untuk mematikan api. Menunggu sekitar 5 menit hingga suara desisan menghilang, pertanda panci siap dibuka. Menggeser perlahan pegangan panci dan…….alhamdulillah, pemandangan yang menggoda. Daging yang empuk dengan bumbu yang merasuk siap memanjakan lidah. Langkah awal yang cukup lumayan dengan panci presto. Selamat datang dan selamat bergabung di jajaran perkakas dapur. Panci presto adalah salah satu media untuk menghemat waktu dan memangkas biaya gas.

Malang, 26 Oktober 2020

Post a Comment

2 Comments