Islam Menyapa Laki-laki dan Perempuan dengan Setara



 “Islam hadir untuk laki-laki dan perempuan. Teks-teksnya menyapa mereka berdua. Sehingga keduanya menjadi subyek setara dalam memperoleh dan melakukan visi rahmatan lil alamin, akhlak mulia, dan kemaslahatan seluruh hukum-hukumnya” (Faqih Abdul Kodir)

Faqih Abdul Kodir adalah penulis buku Qiraah Mubadalah: Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender dalam Islam. Buku yang dicetak pertama kali pada Februari 2019 ini saya beli tepat satu tahun yang lalu. Dengan tebal 616 halaman, buku ini saya baca dengan loncat-loncat, sesuai topik yang menarik menurut saya. Beberapa waktu yang lalu, untuk pertama kalinya saya mengikuti webinar dengan narasumber Dr. Faqih Abdul Kodir. Sambil sesekali membuka kembali buku beliau, inilah catatan saya selama mengikuti webinar.

Ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Nabi SAW. adalah iqra’. Secara bahasa, subyek lafadz iqra’ adalah laki-laki (mudzakkar). Namun dalam prakteknya, Nabi langsung menyampaikan wahyu pertama ini kepada Khadijah. Sejarah mencatat bahwa Khadijah adalah orang yang pertama kali masuk Islam, mempercayai wahyu pertama, dan beriman atas kenabian suaminya. Khadijah juga yang menemani dan mendampingi di kala Nabi SAW. merasakan keraguan dan mengalami kegalauan ketika wahyu pertama diterima. Khadijah menenangkan Nabi SAW. dengan bersama-sama menemui salah satu pendeta Nasrani, Waraqah bin Naufal yang meyakinkan bahwa wahyu itu benar adanya.

Khadijah, seorang perempuan mendukung perjuangan Nabi SAW. di awal kenabiannya. Harta dan jiwa dipertaruhkan demi menyokong pergulatan menyerukan Islam di Makkah. Hingga pada tahun kesedihan (‘amul huzni) harta Khadijah habis tidak tersisa.

Ada banyak kisah heroik perempuan yang mewarnai perjalanan kenabian Muhammad SAW. Fatimah binti Khattab adalah perempuan yang termasuk dalam kelompok sahabat yang pertama kali masuk Islam (assabiqunal awwalun). Fatimah masuk Islam tanpa sepengetahuan kakaknya, Umar bin Khattab. Di kemudian hari, sosok Fatimah adalah penyebab Umar masuk Islam dan semakin menguatkan posisi kaum muslimin saat itu.

Asma’ binti Abu Bakar adalah perempuan pemberani dalam kisah hijrah Nabi SAW. Asma’ mengantarkan makanan dan minuman kepada Nabi SAW. dan ayahnya di Gua Tsur. Padahal saat itu, kaum Quraisy sedang memburu keduanya.

Nusaibah binti Ka’ab al Anshariyah mendapat julukan Ummul Asyaf, perempuan dengan banyak luka pedang. Ada 18 luka di tubuh Nusaibah akibat pedang dan panah karena melindungi Nabi Muhammad SAW. pada Perang Uhud. Di saat barisan musuh sudah meringsek menuju posisi Nabi SAW, bahkan sudah diisukan meninggal, Nusaibah melindungi dan menyelamatkan Nabi SAW. Perempuan terbukti ikut berpartisipasi secara aktif dalam perjuangan menegakkan Islam. Hijrah dan jihad yang pada umumnya dimaknai sebagai kerja laki-laki, pada kenyataannya juga dilakukan dan didukung secara totalitas oleh perempuan.

Kondisi sosial saat itu di Jazirah Arab bahkan peradaban di seluruh dunia tidak menganggap penting perempuan. Bayi perempuan yang lahir adalah aib, sehingga dikubur hidup-hidup. Perempuan adalah properti yang dimiliki, bisa digunakan dalam transaksi, dan bisa diwariskan. Praktek-praktek jahiliyah ini dihapuskan oleh Islam dengan memuliakan perempuan. Al Qur’an menempatkan perempuan sebagai makhluk yang mempunyai posisi yang setara dan sejajar dengan laki-laki. Ayat-ayat hijrah, jihad, amar ma’ruf nahi munkar meskipun menggunakan redaksi mudzakkar pada dasarnya juga mencakup perempuan. Al Qur’an sudah menyapa laki-laki dan perempuan sebagai subyek yang utuh, namun penafsiran yang didominasi laki-laki seringkali mengabaikan posisi perempuan. Masih banyak yang melupakan untuk mengajak perempuan. Situasi ini terkonfirmasi dengan pernyataan Umar bin Khattab:

“Dulu pada masa Jahiliyah, kami tidak memperhitungkan perempuan sama sekali. Lalu ketika Islam datang dan Allah menyebutkan (hak-hak) mereka, kami (para laki-laki) lalu memandang bahwa perempuan memiliki hak atas kami, sekalipun kami masih enggan melibatkan mereka dalam urusan-urusan kami.” (Shahih Bukhari, no. 5904). 

Para perempuan yang sudah sepenuh hati dan jiwa menyokong perjuangan Islam, tapi merasa tidak diapresiasi oleh ayat-ayat al Qur’an merasakan kegelisahan dan kegalauan. Demi menyuarakan aspirasinya, beberapa sahabat perempuan diantaranya Ummu Salamah, Nusaibah binti Ka’ab, dan Asma’ binti Umais menghadap Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini terekam dalam beberapa kitab tafsir sebagai asbabun nuzul ayat-ayat yang secara eksplisit menyebutkan kata perempuan (untsa) berdampingan dengan kata laki-laki (dzakar). Ayat-ayat yang mengapresiasi secara gamblang peran perempuan di sektor publik adalah Ali Imran (3): 195, al Ahzab (33): 35, Al Nisa (4):124, Al Nahl (16): 97, dan al Mu’min (40): 40.

Dalam bukunya, Dr. Faqih Abdul Kodir (2019: 72-79) mendokumentasikan 17 ayat yang secara eksplisit menghadirkan perempuan dan laki-laki sebagai subjek yang disapa oleh al Qur’an. Keduanya adalah subjek yang setara dalam Islam.

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Ummu Salamah saat sedang disisir pembantunya dan mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. dari dalam masjid, “Wahai manusia berkumpullah.” Ummu Salamah bergegas hendak memenuhi panggilan tersebut, namun dicegah oleh pembantunya, “Yang dipanggil itu laki-laki, bukan perempuan.” Pada umumnya, yang biasa berkumpul di tempat publik adalah laki-laki. Tanggapan Ummu Salamah, “Yang dipanggil itu manusia, dan aku adalah manusia (wa ana minannaas). Deklarasi revolusioner Ummu Salamah untuk membuktikan bahwa perempuan adalah subyek yang utuh dalam Islam.

Al Qur’an sudah memanggil perempuan, namun narasi budaya seringkali melupakan dan mengabaikan. Semua teks memanggil laki-laki dan perempuan. Jika secara literal hanya memanggil laki-laki, maka artinya memanggil perempuan secara substansial. Al Qur’an memanggil keduanya, mengapresiasi keduanya, di dunia dan di akhirat untuk memperoleh kebaikan dan kebahagiaan. Al Qur’an memandang keduanya secara bermartabat. Laki-laki dan perempuan mempunyai posisi yang setara dalam seluruh kehidupan publik dan domestik. Tuhan hanya Allah, laki-laki dan perempuan keduanya adalah hamba, khalifatullah fil ardh. Manusia yang saling mendukung dan memberdayakan satu sama lain. Wallahu a'lam.

Malang, 23 Agustus 2020.

Post a Comment

10 Comments

  1. Benar-benar mencerahkan tulisannya Bunda Nur. Superb. 😍😍😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih mbak Zahra, calon bunda yang sedang berjuang. Semoga sehat selalu.

      Delete
  2. Tulisan yang sangat keren. Inspiratif bagi kaum perempuan untuk bangga atas dirinya dan perannya. Mantap.

    Oiya ada kesalah ketik, bu di paragraf nomor 2 dari bawah. Yg betul deklarasi.

    ReplyDelete
  3. Sangat bermanfaat sekali Bu tulisannya.
    Seluruh manusia (laki-laki & perempuan) esensinya memiliki kedudukan yg setara dalam segala bidang.
    sekali lagi tinggal bagaimana keimanan, kedekatan, masing-masing dengan Tuhannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyesss. Standar kedekatan dengan Allah adalah takwa bukan jenis kelamin. Terimakasih kunjungannya Alfin.

      Delete
  4. Saya menjadi sedikit tahu tentang isi buku tersebut. Bisa masuk daftar list buku yang wajib dibeli dan dipelajari, Menarik, bu Nur.

    ReplyDelete
  5. Tulisan yg bagus bu, issue kesetaraan gender memang menarik untuk dibahas dan digaungkan, apalagi kita berada ditengah-tengah masyarakat yg tak jarang masih memegang teguh budaya patriarki, sehingga kadang masih ada saja double-standart disekitar kita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih Sindi. Ikhtiar untuk menyuarakan kesetaraan yang pada dasarnya telah dinyatakan secara eksplisit dalam Al Qur'an.

      Delete