Kebhinnekaan dan Perempuan

        Pluralitas adalah identitas khas dari bangsa Indonesia. Keanekaragaman suku dan etnis, perbedaan agama dan kepercayaan, serta keragaman ras menjadi jati diri bangsa ini. Realitas kemajemukan bangsa bisa melahirkan dua kondisi yang saling berhadapan. 
        Pertama, kondisi damai yang positif manakala masyarakat menyadari bahwa perbedaan adalah modal sosial yang bisa menguatkan persatuan. Kondisi ini didukung oleh sikap toleransi dan saling menghargai perbedaan antar warga negara. 
        Kedua, kondisi konflik sosial yang bisa memecah persatuan bangsa. Kebhinekaan tanpa memegang prinsip kerukunan antar sesama akan berpotensi menimbulkan friksi dan konfrontasi. Risiko perselisihan akan menjadi bom yang siap meledak ketika tombol pemicu ditekan. 
        Kerukunan dan toleransi adalah nilai-nilai prinsip yang menjadi pijakan agama apapun. Jika dirunut dalam sejarah, Islam masuk ke Indonesia secara damai tanpa pertumpahan darah. Asimilasi dan akulturasi budaya menjadi strategi efektif dalam penyebaran Islam di Nusantara. Proses islamisasi ini menurut Azyumardi Azra (Arief Subhan dan Abdallah (ed.), 2021: 88) adalah pijakan sejarah panjang dari umat Islam Indonesia dalam menerapkan Islam wasathiyah. Moderasi telah mewarnai berbagai aspek kehidupan umat Islam Indonesia hingga menjadi karakter dan jati diri. Tawasuth, tawazun, ta’adul dan tasamuh adalah wujud nyata moderasi Islam Indonesia. 
        Salah satu potret moderasi beragama ditunjukkan oleh ibu-ibu warga RW 07. Masyarakat urban di RW 07 Kelurahan Dinoyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang Jawa Timur adalah masyarakat heterogen dan beraneka ragam. Secara geografis, wilayah RW 07 adalah pemukiman dalam bentuk perumahan urban yang dikelilingi beberapa kampus perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Secara demografis, penduduk RW 07 didominasi pendatang dari luar kota, luar propinsi, bahkan luar pulau. 
        Kebhinekaan dalam catatan ini difokuskan pada perempuan di RW 07 melalui beberapa aktivitas dan kegiatan sosial keagamaan. Kegiatan ibu-ibu warga RW 07 yang bisa menggambarkan realitas keberagaman diantaranya: Program PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) dan Majelis Taklim Asy Syifa. 

Tantangan Intoleransi dan Etika Komunikasi 
        Program PKK RW diikuti oleh ibu-ibu warga RW 07 dengan kegiatan periodik maupun insidental. Kegiatan periodik diantaranya Posyandu Anak, Posyandu Lansia, dan Pertemuan Rutin sebulan sekali. Menjenguk warga yang sakit, menjenguk bayi yang baru lahir, tasyakuran pindah rumah, tasyakuran mantu, dan takziyah adalah beberapa kegiatan insidental dari PKK RW. 
        Ibu-ibu warga RW baik muslim maupun non muslim berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan. Selain Islam, ada Nasrani dan Hindu sebagai agama yang dianut oleh warga RW 07. Kepengurusan PKK tidak memandang perbedaan suku ataupun agama. Dalam pertemuan rutin yang sifatnya formal, salam di awal kegiatan tidak hanya Assalamualaikum tapi juga menggunakan salam secara umum seperti: “Selamat Siang dan Selamat Sore”. Doa di penghujung acara juga diselipkan dengan: “Doa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing”. 
        Selain kegiatan temu fisik, ibu-ibu warga RW 07 juga tergabung dalam beberapa Whatsapp Group, antara lain: PKK RW VII DINOYO, Pasar RW 7, dan Majlis Ta’lim Asy Syifa. Anggota dua grup yang pertama lebih beragam dari aspek suku dan agama, sedangkan anggota grup terakhir khusus yang beragama Islam. 
        Grup Majlis Ta’lim sesuai dengan namanya, berisi informasi tentang kegiatan majlis ta’lim, info donasi, dan konten religius. Pernah suatu ketika, ada salah satu anggota grup yang mengunggah konten religius Islami di grup PKK RW. Tidak lama kemudian, admin dengan sigap mengingatkan bahwa ada grup Majlis Ta’lim yang lebih sesuai untuk mengirimkan konten tersebut. Kesadaran untuk menghargai perbedaan dalam berkomunikasi di dunia nyata maupun maya adalah prinsip dasar untuk tetap mempererat persaudaraan dan persatuan bangsa. 

https://idsb.tmgrup.com.tr/ly/uploads/images/2023/01/11/251245.jpg


        Tantangan intoleransi dalam kehidupan bermasyarakat akan mudah dipatahkan manakala setiap orang menerapkan nilai tasamuh dalam setiap gerak langkahnya. WAG ibu-ibu warga RW 07 juga selalu ramai dengan ucapan selamat manakala peringatan hari besar agama tertentu. Penganut Nasrani dan Hindu mengunggah ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. 
        Ketika Ibu M, yang beragama Hindu berpamitan di WAG, menginformasikan bahwa beliau pulang kampung untuk merayakan Hari Raya Nyepi, anggota grup yang lain mengucapkan selamat dan mendoakan segala kebaikan untuk Ibu M. Hal yang sama juga terjadi pada Ibu R, yang beragama Nasrani ketika merayakan Natal. Moderasi atau wasathiyah dalam kehidupan bermasyarakat akan melahirkan kedamaian dan kerukunan antar warga. 

https://smpn2.bimakota.sch.id/web/detail-berita/142/menjaga-kesatuan-indonesiaku


Masjid sebagai Ruang Moderasi Beragama 
        Masjid Asy Syifa adalah masjid yang terletak di bagian tengah perumahan, sehingga memudahkan akses bagi warga perumahan. Dalam hal tata letak, jamaah laki-laki di bagian depan, kemudian jamaah perempuan di bagian perempuan dipisahkan satir. Tata letak ini adalah ciri khas dengan masjid Muhammadiyah. Namun untuk ritual, masjid ini menggunakan qunut, ada dibaan, solawatan, hadrah, tarawih 20 rakaat. Tradisi yang menjadi identitas NU. Tidak ada ruang bebas untuk ekstremisme dan eksklusivisme di masjid ini. 

https://www.facebook.com/masjidasysyifapas/?locale=zh_CN


        Tidak hanya peringatan hari besar Islam yang digelar di masjid. Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tahun selalu dihelat di halaman masjid. Semua warga yang beraneka ragam berkumpul untuk merayakan kebebasan bangsa ini dari belenggu penjajahan. Masjid menjadi ruang yang leluasa untuk menampilkan moderasi beragama. Islam rahmatan lil alamin dengan mempraktikkan ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah, dan ukhuwah basyariyah.

Tulungagung, 20 November 2023

Post a Comment

0 Comments