“Ma, aku
mau S2 di luar negeri,” ujarmu beberapa hari setelah melampaui sidang skripsi.
“Cari
beasiswa ya, Nduk,” jawabku.
Dengan
antusias, kamu menimpali, “Pasti, Ma. Sudah ada beberapa informasi beasiswa,
tapi perlu syarat IELTS. Doakan ya, Ma.”
“Ma, hasil mock
test ku tadi diapresiasi sama dosen, karena ada aspek yang nilainya
tertinggi di kelas.”
“Ma,
proposalku tadi direview sama Prof. Prof-nya baik, smart, seneng aku Ma
diberi catatan yang selama ini tidak terpikirkan sama sekali. Pokoknya
program ini banyak memberikan insight, membuka wawasan.”
“Ma, doakan
ya besok aku mock test, semoga nilainya tambah lagi.”
“Ma, hari
ini aku presentasi. Doakan ya Ma.”
“Ma, hari
ini mock test terakhir. Tapi aku sakit, nilaiku langsung turun drastis.
Sementara teman-temanku yang lain semakin meningkat. Maaf ya, Ma,” katamu di
ujung telepon sembari terisak.
Aku biarkan
dia menuntaskan air matanya.
“Sudah, Kak
Fi?”
“Sudah Ma,”
sedu sedan masih terdengar sayup-sayup.
“Kapan
ujian IELTS?”
“Minggu
depan,” ujarmu mulai tenang.
“Sekarang istirahat, maemnya dijaga, persiapkan diri untuk minggu depan, siap-siap on fire. Jangan patah semangat, Nduk.”
Pekan-pekan
selanjutnya, dia makin tenggelam dengan kesibukannya untuk mendaftar beasiswa.
Lolos syarat administrasi dan lolos tes wawancara di pendaftaran beasiswa
perdana, ternyata belum memberikan keberuntungan bagi sulungku.
“Ma, aku tadi pagi merasa biasa saja ketika
baca pengumuman dan nda lolos. Tapi sekarang pingin nangis. Mama
dengarkan saja, nda usah ngomong apa-apa,” isakmu di ujung telepon siang
itu.
“Melepas
dengan bahagia ya, Ma. Aku nda mau ada acara nangis,” pintamu
sehari sebelum keberangkatan.
Perjalanan menuju bandara pagi itu terbilang lancar. Usai memasukkan 2 kopernya ke bagasi, sulungku kembali bercengkerama dengan kedua sepupunya. Dan ketika tiba saat berpamitan, neneknya memeluknya erat beberapa saat, hingga air mata pun tak bisa dibendung. Sulungku menangis tersedu beberapa waktu.
Detik-detik
perpisahan bergegas dengan cepat, tahu-tahu dia sudah berada di pintu masuk. Sesaat
membalikkan badan dan melambaikan tangan sembari tersenyum lebar. Antusiasme
dan sukacitanya ternyata menular dan mampu mempertahankan bendungan di pelupuk
mataku meskipun aku berdiri tercekat di ujung pintu.
“Ya Allah,
hamba titipkan perlindungan dan keselamatannya kepada-Mu. Anugerahkan kemudahan
dan kelancaran untuk setiap langkahnya dalam merangkai asa dan merajut cita.”
Malang, 11
Februari 2024




0 Comments