Melepas dengan Bahagia

 

“Ma, aku mau S2 di luar negeri,” ujarmu beberapa hari setelah melampaui sidang skripsi.

“Cari beasiswa ya, Nduk,” jawabku.

Dengan antusias, kamu menimpali, “Pasti, Ma. Sudah ada beberapa informasi beasiswa, tapi perlu syarat IELTS. Doakan ya, Ma.”

 Hari-hari berikutnya sulungku ini disibukkan dengan kegiatan dan agenda untuk mempersiapkan diri agar bisa melengkapi syarat administrasi pendaftaran beasiswa. Kursus IELTS, berburu tips sukses lolos beasiswa, hingga mengikuti Program Persiapan Studi Lanjut (PPSL) selama 3 bulan di jantung Pulau Lombok, Kota Seribu Masjid. Anak gadisku ini begitu bersemangat mengikuti program yang dibiayai oleh Kemenag-LPDP itu.

“Ma, hasil mock test ku tadi diapresiasi sama dosen, karena ada aspek yang nilainya tertinggi di kelas.”

“Ma, proposalku tadi direview sama Prof. Prof-nya baik, smart, seneng aku Ma diberi catatan yang selama ini tidak terpikirkan sama sekali. Pokoknya program ini banyak memberikan insight, membuka wawasan.”

“Ma, doakan ya besok aku mock test, semoga nilainya tambah lagi.”

“Ma, hari ini aku presentasi. Doakan ya Ma.”

 Apakah dia selalu bersukacita selama berlangsungnya program? Jelas tidak.

“Ma, hari ini mock test terakhir. Tapi aku sakit, nilaiku langsung turun drastis. Sementara teman-temanku yang lain semakin meningkat. Maaf ya, Ma,” katamu di ujung telepon sembari terisak.

Aku biarkan dia menuntaskan air matanya.

“Sudah, Kak Fi?”

“Sudah Ma,” sedu sedan masih terdengar sayup-sayup.

“Kapan ujian IELTS?”

“Minggu depan,” ujarmu mulai tenang.

“Sekarang istirahat, maemnya dijaga, persiapkan diri untuk minggu depan, siap-siap on fire. Jangan patah semangat, Nduk.”

Pekan-pekan selanjutnya, dia makin tenggelam dengan kesibukannya untuk mendaftar beasiswa. Lolos syarat administrasi dan lolos tes wawancara di pendaftaran beasiswa perdana, ternyata belum memberikan keberuntungan bagi sulungku.

 “Ma, aku tadi pagi merasa biasa saja ketika baca pengumuman dan nda lolos. Tapi sekarang pingin nangis. Mama dengarkan saja, nda usah ngomong apa-apa,” isakmu di ujung telepon siang itu.

 Kegagalan pada usaha perdana tidak menyurutkan semangatnya untuk terus memperbaiki kesalahan dan menambal kekurangan. Hingga akhirnya, mimpi itu berhasil dia genggam, anak gadisku lolos beasiswa untuk studi lanjut di luar negeri.

 Proses panjang kembali berlanjut. Tahapan yang menguras energi dan emosi untuk melengkapi persyaratan administrasi sebagai mahasiswa kampus luar negeri. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Allah kirimkan kemudahan pada setiap tahapan dan prosesnya. Dukungan dari semua pihak, keluarga besar, para guru, para dosen, para mentor, semua teman seperjuangannya, dan tentunya Kemenag sebagai penanggungjawab program telah mengantarkan sulungku untuk merangkai asa di kampus impian.

 Sabtu pertama di Bulan Februari 2024, menjadi hari keberangkatanmu ke kota terbesar di Negeri Kanguru, the Harbour City.

“Melepas dengan bahagia ya, Ma. Aku nda mau ada acara nangis,” pintamu sehari sebelum keberangkatan.

Perjalanan menuju bandara pagi itu terbilang lancar. Usai memasukkan 2 kopernya ke bagasi, sulungku kembali bercengkerama dengan kedua sepupunya. Dan ketika tiba saat berpamitan, neneknya memeluknya erat beberapa saat, hingga air mata pun tak bisa dibendung. Sulungku menangis tersedu beberapa waktu.

Detik-detik perpisahan bergegas dengan cepat, tahu-tahu dia sudah berada di pintu masuk. Sesaat membalikkan badan dan melambaikan tangan sembari tersenyum lebar. Antusiasme dan sukacitanya ternyata menular dan mampu mempertahankan bendungan di pelupuk mataku meskipun aku berdiri tercekat di ujung pintu.

“Ya Allah, hamba titipkan perlindungan dan keselamatannya kepada-Mu. Anugerahkan kemudahan dan kelancaran untuk setiap langkahnya dalam merangkai asa dan merajut cita.”




Malang, 11 Februari 2024

Post a Comment

0 Comments