Ayat Waris dan Perempuan

        

        Ayat waris turun kepada masyarakat Arab di mana lingkungan sosial masyarakatnya sangat patriarki. Perempuan tidak punya nilai sama sekali, perempuan dianggap sebagai kelas kedua setelah laki-laki, perempuan tidak mendapatkan akses untuk mendapatkan warisan. Dalam masyarakat Arab saat itu, yang berhak mendapatkan waris adalah mereka yang bisa menunggang kuda dan maju ke medan perang. Sementara perempuan sama sekali tidak mempunyai kebebasan dalam hidupnya. Kehadiran bayi perempuan adalah aib. Perempuan tidak bisa menentukan pasangannya karena di bawah kendali ayahnya. Istri tidak bisa melakukan perbuatan hukum apapun karena di bawah kuasa suaminya. Ibu tidak mempunyai akses terhadap harta apalagi apalagi untuk mewariskannya kepada anaknya. Ayat waris turun sebagai respon atas kondisi masyarakat yang mengabaikan hak waris perempuan. 

        Al Quran yang mempunyai sifat tadarruj, bertahap dalam pembinaan umat memberikan bagian separuh dari anak laki-laki kepada anak perempuan. Bagian separuh ini ternyata menimbulkan gejolak luar biasa di masyarakat. Beberapa orang bahkan berharap agar ayat tentang waris perempuan dihapus (mansukh). Bagaimana bisa memberikan bagian anak perempuan separuh bagian laki-laki? Bagaimana mungkin istri berhak atas harta seperempat atau seperdelapan? Bagaimana bisa seorang ibu mendapatkan bagian waris sepertiga atau seperenam? 

        Ayat waris perempuan adalah salah satu alat untuk melakukan perubahan sosial, law as a tool of social engineering. Hukum waris sebagai alat untuk melakukan rekayasa sosial. Masyarakat yang sebelumnya tidak memperhitungkan bagian waris bagi perempuan, dituntut untuk mengalokasikan harta warisan bagi perempuan setelah turun ayat ini. 

        Sebagai sebuah respon terhadap kondisi sosial masyarakat, ada beberapa ulama yang menganggap bahwa ayat ini bisa saja mengalami perubahan dalam prakteknya, sehingga perempuan mendapatkan bagian yang sama dengan laki-laki. Pada masyarakat Jawa misalnya, pembagian harta orang tua itu dilakukan pada saat orang tua masih hidup dan dilakukan dengan cara hibah. Anak laki-laki dan perempuan mendapatkan bagian harta yang sama. Kelompok masyarakat matrilineal bahkan hanya menggunakan jalur perempuan dalam pembagian harta waris. 

        Ayat waris membawa misi pembebasan dan kesetaraan bagi perempuan. Pemahaman terhadap ayat waris tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial pada saat ayat diturunkan. Wallahu a’lam bish showab

Malang, 18 Oktober 2021

Post a Comment

2 Comments