Seperempat Abad

 “Mama pesan tiket dari Tulungagung. Papa berangkat dari Malang, nanti ketemu di gerbong,” ujarmu di ujung telepon siang itu. Tidak sesuai ekspektasi, selama perjalanan terpisah gerbong, dan baru turun bersama di stasiun tujuan, tapi kami bahagia merayakan kebersamaan.

“Minggu depan, temani Papa ya.”

“Nanti malam ada janji ketemuan sama temannya Papa. Ikut?”

“Mau beli keran. Ayo ikut!”

“Mau beli jagung sama pakan burung. Ayo siap-siap!”

“Ayo mbakso!” Tawaran yang selalu berhasil membuat mataku berbinar, meskipun bakso tidak termasuk dalam menu pilihanmu. Dua atau tiga isian saja di mangkokmu, namun tidak pernah habis dan berakhir di mangkokku.

Viewnya bagus di sini. Mama nyusul ya.”

Inilah kami. Jiwa ngintili-ku yang meronta berkolaborasi denganmu yang memilih kubersamai daripada bepergian seorang diri. Menghabiskan waktu bersama bukan hal yang bisa kami lakukan setiap saat. Membincang hal receh, membully satu sama lain, dan saling menertawakan diri sendiri adalah hal luar biasa bagi kami.

Pernikahan itu sebagian besar isinya adalah komunikasi, ngobrol. Ada yang berpendapat 70%, 80%, bahkan 90%. Menurut Kiai Faqihuddin Abdul Kodir (2022) dalam buku Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik, setiap orang mempunyai harapan, keinginan, dan kebutuhan. Kebutuhan ada yang bisa dipenuhi sendiri, ada yang hanya bisa dipenuhi pasangan. Suami istri berupaya untuk mengidentifikasi kebutuhannya dan saling mengekspresikan satu sama lain. Tidak bisa berharap pasangan sanggup memahami sendiri.


Di usia pernikahan yang tidak lagi belia, menurutku komunikasi menjadi kebutuhan primer. Aku dan kamu bukan cenayang apalagi peramal yang serba tahu apa yang harus dilakukan satu sama lain. Bicara dan keterbukaan adalah keniscayaan. Manakala asupan ngobrol dan nutrisi komunikasi denganmu tidak terpenuhi, maka tingkah polahku meresponnya bisa dikategorikan menjadi tiga mode: mode kalem, mode tantrum, dan mode senyap, haha.

Saat kamu tenggelam dengan kesibukanmu di depan laptop atau beberapa dokumen, aku memilih untuk menonton serial agen rahasia di sampingmu. Ketika kamu harus mengikuti pertemuan virtual hingga larut, aku memutuskan tiduran di sofa tepat di sebelahmu. Dipuk puk dan dilempar senyuman sudah cukup dalam mode kalem.

“Papa kapan lo waktunya buat ngobrol sama Mama?” protesku pagi itu. Hari ketiga kedatanganmu dari tanah suci, kerabat, kolega, dan tetangga masih datang silih berganti, kadangkala hingga larut malam.

“Istri di rumah, malah bercengkrama sama laptop”, gerutuku di satu hari. Protes keras dan menggerutu jadi salah satu tanda mode tantrum.

Panggilanku yang tidak mendapatkan respon meskipun tepat di depanmu mengundang mode senyap. Antara kecewa, jengkel, sedikit kesadaran bahwa kamu memang sedang menghadapi prioritas lain, jadilah diam menjadi pilihanku, Untuk mode ini, biasanya tidak bertahan lama. Guyonan dan kelakarmu cukup menggelikan untuk diabaikan.

Tidak mudah menghadapi suasana hatiku yang tiba-tiba berubah dan kadangkala tanpa sebab, tapi kamulah pawangnya. Habibty, istriku sayang, istriku yang rewel, istriku yang suka ngajak jalan, istriku yang suka ngajak shopping. Koleksi panggilanmu sesuai dengan situasi dan kondisi hatiku.

Terima kasih untuk seperempat abad yang penuh warna. Kami adalah tim yang terus berkolaborasi, merangkai momen indah bersama, dan menyusun memori bahagia.

Aku tidak selalu bisa menjadi seperti yang kau kehendaki. Kamu pun tidak selalu bisa menjadi seperti yang kuminta. Tapi aku dan kamu senantiasa bisa menjadi kita yang berjalan beriringan saling menjaga, saling melindungi, dan saling mendukung.


Terima kasihku untuk semua waktumu
Yang kau berikan sepenuhnya untukku
Ku jadi tersanjung bila ada didekatmu

Terima kasihku untuk kasih sayangmu
Yang kau tanamkan seutuhnya padaku
Dan pasti kujaga semua ketulusanmu
Terima kasih

Terdengar alunan lagu grup musik rock dari salah satu stasiun radio. Lagu tahun 90-an, mungkin seusia dengan perjalanan kami. Alhamdulillah, rasa syukur kami atas segala anugerah dan rahmatMu pada setiap episode kehidupan kami.

Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyaatinaa qurrata a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa.

Malang, 10 Agustus 2024

 

Post a Comment

4 Comments

  1. Sakinah, mawaddah, wa rahmah dalam menapaki 25 tahun pernikahan kagem Prof Abdul Hamid dan Ibu, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin yaa Rabb
      maturnuwun doanya
      doa yang sama buat Pak Charis dan keluarga

      Delete
  2. Happy anniversary mbk..samawa fiddunya hattal akhiroh..salam kagem ust hamid🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin yaa Rabb
      Maturnuwun njih
      Salam disampaikan

      Delete