Beberapa waktu yang lalu, tepatnya di awal Oktober suami mendapatkan hadiah dari seorang teman. Makhluk kecil dengan surai ekor yang indah. Sebagai penghuni baru, kicauannya sepanjang hari mampu memberikan nuansa yang berbeda. Meski masih anakan, kehadirannya langsung mempesona.
“Besok pagi ke Pasar Burung yuk!”, ajaknya di akhir pekan,
lengkap dengan wajah jenaka yang membuatku tidak bisa menolak ajakannya.
Dan di sinilah kami menghabiskan pagi di hari Minggu. Jarum
jam pendek belum tepat menyentuh angka tujuh, tapi tempat parkir sudah penuh. Barisan
mobil dan motor berderet di sepanjang Jalan Brawijaya Malang. Pasar yang
menawarkan aneka ragam flora dan fauna ini adalah destinasi yang banyak dipilih
oleh warga Malang maupun wisatawan pada akhir pekan. Berbagai macam tanaman dan
warna warni jenis bunga tertata apik di lapak-lapak penjual pada kompleks pasar
bunga. Di bagian lain, deretan lapak burung lengkap dengan berbagai macam jenis
pakan dan sangkar siap menyapa pelanggan. Selain burung, ada juga jenis hewan
peliharaan lain yang ditawarkan di pasar ini seperti tupai, hamster, biawak, dan
hewan unik lain yang aku sendiri tidak tahu namanya. Lapak-lapak ikan hias
terpusat di bagian dalam pasar yang bisa diakses dengan menuruni sepuluhan anak
tangga. Pasar Splendid Malang siap memanjakan pembeli dengan berbagai komoditasnya
yang unik.
Tujuan awal kami adalah lapak ikan hias. Filter akuarium
mini di rumah tidak lagi berfungsi, perlu ada pengganti. Ikan yang tersisa dua
ekor perlu ditambah dan pilihan jatuh pada 3 ekor ikan mas mini dengan ekor
yang menawan.
“Sangkar perkutut wonten Bu?”, tanya suami pada Ibu
pemilik lapak yang menyediakan sangkar burung dengan ragam model dan aneka
warna. Dengan cekatan, si Ibu menunjukkan beberapa model sangkar perkutut sembari
menjelaskan kekurangan dan kelebihan masing-masing sangkar. Setelah proses tawar
menawar, sangkar dengan kombinasi warna merah, hitam, dan emas siap menjadi tempat
berteduh si anakan. Sangkar merah menyala dengan aksen kereta kuda dan naga
warna emas di bagian atas sangkar.
“Minggu depan ke Batu, kita cari kaktus”, katanya sembari memancing
si anakan agar terus berkicau.
Dan ketika akhir pekan menjelang, kami pun menyusuri jalan menuju
Sidomulyo Batu. Desa bunga yang sedang naik daun seiring dengan demam bercocok
tanam yang sedang melanda. Perjalanan di Minggu pagi yang cukup lancar dengan
mendung yang menggantung. Tersendat beberapa saat ketika melintasi Pasar Batu
dan Alun-alun Kota Batu. Tiga puluh menit berlalu dan kami mulai masuk ke salah
satu gang bergambar mawar putih di bagian gapuranya.
Melaju perlahan sambil memperhatikan gerai tanaman dan bunga di kanan kiri jalan. Sampai di depan toko perlengkapan taman dengan tulisan Mitra Flora di papan namanya, suami memarkir kendaraan. Hanya ada beberapa sepeda motor terparkir di depan toko yang berseberangan dengan gerai tanaman itu. Beberapa pot dan tatakan sudah dibungkus dengan rapi oleh kasir. Gerai tanaman yang menyejukkan mata di seberang jalan menjadi tujuan kami selanjutnya.
Varian anggrek dendro dan bulan yang mempesona, menyambut pengunjung di pintu masuk. Deretan bambu air dan aglonema berwarna warni menghiasi bagian kanan gerai. Ada juga sebuah ruangan khusus bertuliskan “Selain Karyawan Dilarang Masuk” yang aku yakini berisi tanaman premium dengan harga selangit semacam monstera. Di bagian kiri gerai, aneka jenis kaktus, ragam sukulen, dan varian sansevieria mini berjajar rapi menggoda pelanggan. Setelah memasukkan beberapa pot kaktus dan sansevieria mini ke rak belanjaan, aku iseng mengambil kaktus berbentuk bulat sebesar bola tenis lapangan. Cantik dan unik menurutku. Mendekati kasir, suami berhenti sejenak memperhatikan deretan anggrek bulan. Anggrek bulan dengan 4 helai daun dan 2 tangkai lengkap dengan kuncup-kuncup yang siap berbunga masuk ke daftar belanjaan.
“Ini harganya 200.000”, kata kasir sembari menunjuk kaktus
bulat pilihanku. Oh tidak. Dengan cepat aku keluarkan kaktus mahal itu dari rak
belanjaan. “Gak jadi yang ini mas”, ujarku. Abaikan saja senyuman dan wajah
menggoda suamiku sengaja mengolok pilihanku. Selesai menuntaskan transaksi, kami
beranjak keluar dan tempat parkir telah penuh dengan kendaraan roda empat. Berangkat
pagi adalah pilihan yang tepat.
Keluar dari Gang Mawar Putih, destinasi selanjutnya adalah
Pasar Bunga Sekar Mulyo. Tawar menawar adalah trik jitu untuk mendapatkan
tanaman idaman di tempat ini. 3 bungkus bugenvil varigata akhirnya berpindah ke
tangan kami. Daun kecil berwarna hijau dengan kombinasi putih di sekeliling
daun dan bunga berwarna ungu. Bergegas menuju kendaraan karena hujan akhirnya
turun. Aroma tanah dan hujan yang menyegarkan.
Akhir pekan berikutnya tidak kalah seru. Keinginan suami untuk
mendengar kicauan Puter tidak terbendung. Pencarian pun dimulai secara daring. Istilah
PP, terasan, trah juara sesekali kudengar ketika dia sedang
berbicara via telepon dengan penjual.
“Jam 1 ke Jalibar yuk!”, pintanya lengkap dengan wajah lucu
yang tentu saja tidak sanggup kuabaikan.
Perjalanan sejauh 19 km di tengah hari pada akhir pekan
ramai lancar. Tembang Kla Project dan Trio Libels mengalun dari radio
mengiringi perjalanan kami. Lagu lawas Desi Ratnasari dan Novia Kolopaking membuat
kami bernostalgia. 45 menit kemudian kami sampai di titik temu tepat di pintu
masuk Jalibar dekat pos polisi. Menunggu beberapa saat dan yang ditunggu pun
datang. Kotak karton berwarna coklat dengan beberapa lubang berpindah tangan dan
beberapa helai rupiah diterima penjual. Tak lebih dari 5 menit, transaksi berjalan
dengan singkat dan padat.
Sangkar spesial telah disiapkan jauh hari. Sangkar dengan ornamen anyaman rotan yang unik. Burung Puter itu berwarna putih kecoklatan dengan aksen hitam di sepanjang lehernya bagaikan kalung melingkar. Sesaat memasuki sangkar baru, si Puter langsung beraksi dengan suaranya. Rona bahagia tak ayal menghiasi wajah kekasihku.
Kolaborasi harmoni antara Perkutut dan Puter di teras rumah mampu
membahagiakan indra pendengaran. Selepas Subuh dan Wird al Latiif, duet
merdu keduanya melambungkan imajinasi tentang rumah di perbukitan. Sansevieria
yang bertunas baru, daun sirih gading yang bertambah, anggrek bulan yang
berbunga putih dengan aksen merah di bagian tengah adalah media yang
menyegarkan bagi indra penglihatan setelah lelah berjibaku dengan perangkat
elektronik.
Pemandangan indah dan menyejukkan adalah cara untuk memanjakan
mata. Suara merdu bisa menumbuhkan kebahagiaan melalui telinga. Anugerah kenikmatan
melalui mata dan telinga adalah doa yang sering dipanjatkan Rasul SAW jika
mengakhiri suatu majelis dengan para sahabat. Wamatti’na bi asma’ina wa
absharina, dan anugerahkanlah bagi kami kenikmatan melalui pemanfaatan
indera pendengaran dan penglihatan kami.
Malang, 18 Oktober 2020
4 Comments
Paling suka mendengarkan bunyi burung... sayangnya bunga mahal. Kaktus 200k. Tulisan yang y
ReplyDeleteIndah. Seperti saya berada dibelakang Bu Doktor ikut belanja bunga
Terimakasih Bu Muslikah. Kicauan burung melengkapi khayalan tentang rumah di kawasan hutan dan perbukitan. Jika ingat kaktus wow itu, geli sendiri saya Bu😃
DeleteSegala puji bagi Allah atas segala keadaan.
ReplyDeleteCiptaan-Nya memang sangat memanjakan dari segala sisi, baik penglihatan, pendengaran dan juga ketentraman hati.
Menginspirasi sekali bu Fadhila..
Alhamdulillah, semoga kita selalu diberi kesehatan dan kekuatan meski pandemi belum juga beranjak pergi. Terimakasih kunjungannya🤗
Delete