Nur Fadhilah
Tepat pukul 09.00, saya bergabung
dengan Diskusi On Line yang digelar LPPM IAIN Ponorogo tanggal 1 Juni 2020
tentang “Literasi di Masa Pandemi”. Selain topik yang menarik, salah satu
narasumber adalah penulis inspiratif, pejuang literasi, dan provokator handal
di bidang tulis menulis, Dr. Ngainun Naim, M.Ag. Pak Naim adalah sosok yang
sukses menularkan virus literasi tidak hanya di kampus tempatnya bertugas, tapi
juga di berbagai instansi dan komunitas.
Tulisan ini adalah beberapa poin
yang berhasil saya rekam dari presentasi Pak Naim versi pemahaman saya tentunya.
Menurut pengamatan pak Naim, keterbatasan waktu sebelum pandemi adalah problem
di peringkat pertama yang seringkali dikeluhkan ketika akan menulis. Rutinitas
kantor dan beban kerja menjadi momok ketika merencanakan untuk menulis. Saat
pandemi Covid 19 yang melahirkan kebijakan work from home, masihkah
keterbatasan waktu menjadi halangan untuk menulis? Sungguh pertanyaan yang
menohok, Pak.
Sebagian orang, termasuk saya lebih
banyak berpikir tentang menulis daripada menulis. Apakah tulisan saya nanti
akan mendapat tanggapan positif? Jangan-jangan tulisan saya sudah pernah
ditulis orang lain. Apakah tulisan saya nanti tidak dinilai ecek-ecek?
Kekhawatiran dan kegalauan pra menulis ini menurut pak Naim adalah problem
mendasar. Orang menulis tidak harus terbebani dengan gelar. Lebih baik kita
menulis, kemudian ada kritik dan kita perbaiki, daripada kita berpikir tenatang
menulis tanpa praktek menulis. Abaikan komentar, nyinyiran, dan kritik
destruktif, yang penting menulis.
Dalam menulis, ada beberapa tips
yang bisa dijadikan bahan pertimbangan. Pertama, keyakinan. Banyak orang ingin
menulis, tapi tidak bisa mewujudkannya karena berbagai alasan. Banyak orang
bisa menulis, tapi tidak mau melakukannya. Keyakinan bahwa menulis adalah
anugerah dan pemberian dari Tuhan, akan mendorong kita untuk mensyukurinya
dengan terus menulis.
Kedua, kemauan. Jika sudah ada
keyakinan bahwa kemampuan menulis adalah anugerah, selanjutnya adalah kemauan
untuk menulis. Menulislah setiap hari, apapun itu. One day, five paragraph. Usahakan
setiap hari menulis minimal 5 paragraf. Jika sedang tidak ada ide, tulis saja,
“Hari ini sedang tidak ada ide karena ……..”. Menulis sebanyak-banyaknya. Jalani
proses menulis dengan istiqamah, konsisten, dan berkelanjutan. Proses inilah
yang akan membawa kita pada tulisan yang berkualitas. Al Istiqamah ‘ain al
karamah, kontinuitas adalah sumber kemuliaan. Istiqamah dalam berbagai hal
dalam hal ini menulis memberikan nilai tambahan bagi penulisnya. Bagaimana
perjuangan penulis menjaga kemauannya untuk terus menulis meskipun beberapa
kali ditolak oleh penerbit. Proses menekuni dunia literasi adalah proses
berkelanjutan yang dilakukan secara istiqamah. 1 halaman setiap hari lebih baik
daripada 7 halaman setiap minggu.
Ketiga, kesadaran. Kesadaran akan
manfaat menulis. Jika sudah yakin dan mau menulis, kesadaran bahwa tulisan kita
bisa memberikan manfaat dan kontribusi bagi orang lain akan semakin menguatkan
tekad untuk terus menulis. Bisa jadi tulisan kita yang sederhana dan tidak
berbobot menurut sebagian orang akan memberikan inspirasi bagi orang lain.
Keyakinan, kemauan, dan kesadaran adalah trilogi yang harus dirawat untuk tetap
menjaga semangat menulis.
Keempat, jangan mudah menyerah.
Gangguan dan godaan untuk menulis bisa menggagalkan keinginan seseorang untuk
menulis. Banyak orang ketika mengikuti pelatihan menulis, mempunyai semangat 45
untuk menulis, namun selepas pelatihan mereka kembali bersembunyi di balik
alasan keterbatasan waktu dan rutinitas pekerjaan. Lagi-lagi istiqamah adalah
kunci sukses untuk tetap menulis. Jangan menyerah dengan halangan dalam
menulis. Jaga stabilitas semangat menulis. Saya teringat dengan jalan cerita
film Freedom Writers yang dirilis pada tahun 2007. Semangat pantang
menyerah seorang guru, Erin Gruwell yang berhasil mengantarkan anak-anak
didiknya, korban konflik ras, menuju kesuksesan dengan spirit literasi. Kelas
yang terdiri dari anak-anak bermasalah dan mendapatkan stigma negatif dari
sekolah berhasil bangkit hingga menempuh jenjang perguruan tinggi. Perjuangan
guru tanpa mengenal lelah dengan memberikan asupan bacaan yang berkualitas dan
mendorong anak didik untuk menuliskan pengalamannya setiap saat, hingga tulisan
mereka berhasil dipublikasikan.
Kelima, berjejaring. Penulis harus gaul,
tidak bisa menyendiri. Makin banyak jejaring, makin berlipat jumlah pembaca.
Apalagi tren saat ini adalah kolaborasi, jangan sendirian ketika menulis. Karya
bersama dari penulis dengan perbedaan latar belakang akan memperkaya sudut
pandang. Di saat komunikasi dan interaksi tak dibatasi waktu dan tempat,
jejaring dan kolaborasi sangat memungkinkan untuk dilakukan.
Sebagai penutup, saya mengutip
pernyataan Hujjatul Islam, Imam al Ghazali, yang juga dikutip oleh
narasumber Diskusi On Line lain, Endrik Saifudin, M.H., “Kalau kamu bukan anak
raja dan bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. Jangan pernah
membayangkan Anda mempunyai karya, jika Anda hanya berpikir untuk menulis tanpa
memulai untuk menulis. Praktek menulis, bukan berpikir tentang menulis.
Malang, 1 Juni 2020
45 Comments
Subhanallah. Tulisan yang sangat indah Bu. Terima kasih.
ReplyDeleteTerimakasih pak Naim. Jadi terharu, hiks hiks. Semoga bisa istiqamah seperti pak Naim
DeleteMantap mantap...
ReplyDeleteTerimakasih, saya pemula dan masih belajar
DeletePengamatan yang jeli dan reflektif. Top markotop.
ReplyDeleteTerimakasih pak
DeleteSaya juga siap jadi menjadi saksi bahwa Dr. Ngainun Naim terkonfirmasi positif virus. Virus yang sangat berbahaya bagi musuh bangsa saat ini. Virus literasi-MM. Virus yg membuat orang jadi "nekat, hilang rasa malu, beradrenalin...untuk menulis".
ReplyDelete#Vuris Literasi-MM ada semacam virus Maos dan Menulis.
Ya pak. 1000% setuju bahwa pak Naim adalah provokator handal dalam literasi
DeleteTulisan menarik. Izin share
ReplyDeleteTerimakasih. Silakan, semoga bermanfaat
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteLuar biasa materi dan pematerinya. Provokasi makna membaca ternyata menulis termasuk didalamnya
ReplyDeleteTerimakasih pak. Modal nekat yang penting menulis
DeleteLuarbiasa, mohon izin share ke grub-grub whatsapp Bu, biar makin banyak yang tergerak untuk menulis. ☺
ReplyDeleteTerimakasih Rizky
DeleteSaya tunggu karyamu selanjutnya
Semoga saya juga bisa jadi penulis
ReplyDeleteBuka laptop dan segera menulis hehe
DeleteInspiratif sekali... Penulis dan bahan yang di tulis
ReplyDeleteTerimakasih, semoga bermanfaat
DeleteSaya yakin dan sudah membuktikan kalau tulisan bu nurfadillah pasti Topp.
ReplyDeleteTerimakasih, terus menulis. Jangan berhenti di skripsi ya
DeleteTerkadang kekurangn dalam suatu inspirasi itu bisa membangkitkan kesungguhan dalam mewujudkan sebuah impuan.
ReplyDeleteSukses selalu bu.nur
Terimakasih. Inspirasi bisa datang dari siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Tergantung kita bagaimana mau menyikapi sebuah inspirasi. Yang penting menulis
Deletegood job bu...sangat memotivasi bagi kita semua... semoga bermanfaat dan barokah
ReplyDeleteAaminn ya Rabb. Terimakasih, semoga bermanfaat.
DeleteTerimaksih Bu atas ilmunya sekaligus motivasi buat saya secara pribadi, Saya punya blog sejak beberapa tahun yang lalu tetapi masih hiatus karena bingung mencari ide, punya akun di aplikasi khusus penulis, sudah ada beberapa cerbung tetapi lagi-lagi mangkrak, ketika mulai menulis harus dipaksa terlebih dahulu, apakah ini wajar bu?:-( Kemarin saya dapat kiriman novel dari teman di Malang, dan dipaksa buat review novel tersebut, namun lagi-lagi bingung mau mulai dari mana, penyakit yang sama dari tahun ke tahun, semoga setelah membaca ini saya semakin gencar untuk memaksa diri :-)
ReplyDeleteJangan dipikirkan In, tulis saja. Lanjutkan petualangan di dunia literasi. Kereeen, sudah punya blog sejak lama. Bersihkan blog dari 'sawang' hehe
DeleteTrimakasih buu sangat memotivasi. Jadi ingat mengenai "kemauan". seorang bisa menyelesaikan tulisanya bukan karena banyaknya waktu, tapi menyediakan waktu...
ReplyDeleteSaya kadang kasihan kepada 'sibuk' dan 'tidak ada waktu' karena sering saya gunakan sebagai alasan untuk tidak menulis. Menulis lagi ya Mujib
ReplyDeleteSaya juga termotivasi oleh pak Naim... monggo mampir di blog saya bu.... herdiksumsel.blogspot.com terimakasih
ReplyDeleteSiap. Terimakasih sudah berkunjung
DeleteSyukron ukhty...tulisannya sangat menginspirasi dan memotivasi
ReplyDeleteKadangkala kasihan jg sama anak2 di rumah yg menjadi kambing putih dari rasa malas yg bersemayam...😊
Wkwkwk alasan pembenar para emak. Mulai menulis yuuukkk
DeleteSudah saatnya untuk bangun dan mewujudkan mimpi menjadi kenyataan. Bukan terus tidur & menikmati mimpi".
ReplyDeleteHehe
Terimakasih banyak untuk ilmu dan semangatnya Bu. semoga walaupun hanya sedikit bisa menular pada junior" yg masih sgt awam ini.
Terimakasih sudah berkunjung Alfin. Saya masih pemula di dunia per-blogger-an. Saling menyemangati
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteHelaaaa iku wes sipp.. Tinggal cari something yang bisa diangkat untuk jadi buku. Ayo balapan.. Tahun ini ada buku yg diterbitkan penerbit mayor. .. Come on mbak broooo. ..
ReplyDeleteBimbingan dan arahannya ya senior
DeleteHelaaaa iku wes sipp.. Tinggal cari something yang bisa diangkat untuk jadi buku. Ayo balapan.. Tahun ini ada buku yg diterbitkan penerbit mayor. .. Come on mbak broooo. ..
ReplyDeleteSangat menginspirasi..ringkasannya cukup lengkap dan jelas ..trmksh Bu
ReplyDeleteSama-sama. Semoga bermanfaat. Terimakasih sudah berkunjung.
DeleteBanyak pesan yang dapat diambil dari tulisan diatas. Sangat menginspirasi🌷
ReplyDeleteTerimakasih
DeleteSangat terinspirasi dengan tulisan njenengan bu.. 👍
ReplyDeleteTerimakasih.. Semoga bermanfaat 😊
Aamiin ya Rabb. Segera menulis ya
Delete